FULAN FEHA BENTENG 7 LAPIS

FULAN FEHA BENTENG 7  LAPIS


PAPER /ARTIL


Diajukan Kepada Akademi Pelayaran Nasional Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Persyaratan Akhir Semester Mata Kuliah Bahasa Indonesia

 



Disusun Oleh :

Isabel P.M Amaral

NIT : 202312010

 

PROGRAM STUDI

MANAJEMEN LOGISTIK 

AKADEMI PELAYARAN NASIONAL

SURAKARTA

2023

 

KATA  PENGANTAR

 

Puji dan syukur penulis penjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan izin dan kekuatan kepada penulis Isabel pereira mawar amaral. sehingg penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini ddengan judul FULAN FEHAN BENTENG 7 LAPIS  tepat pada waktunya. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam mengerjakan karya tulis ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang suda memberi konstribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya tulis ilmia ini. Tentunya ada hal-hal yang ingin penulis berikan kepada masyaratak dari hasil kerya tulis ilmia ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita semua.

Dalm menyusun karya tulis ilmia ini penulis sudah berusaha menyajikan semaksimal mungking. Namun penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada karya tulis ilmia ini.maka dari itu mohon kritik dan saran yang membangung semangat harapan demi tercapainya karya tulis ilmia ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

 

Surakarta,   November 2023

 

 

              Penulis               

DAFTARA ISI

 

KATA  PENGANTAR.. ii

DAFTARA ISI. iii

BAB 1. 1

PENDAHULUAN.. 1

1.1 Later  Belakang. 1

1.2 Rumusan Masalah. 2

1.3 Tujuan  Penelitian. 2

1.4 Manfaat Penelitian. 2

1.4 Identifikasi Masalah. 2

1.6 Pembahasan Masalah. 2

BAB  II. 3

LANDASAN TEORI. 3

2.1 Kajian Teori 3

2.2 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu. 4

2.3 Kerangka Berfikir 5

BAB III. 6

METODE PENELITIAN.. 6

3.1 Jenis Penelitian. 6

3.2 Lokasi Penelitian. 6

3.3 Informasi Penelitian. 6

   3.4 Teknik Pemgumpulan Data. 6

3.5 Teknik Keabsahan  Data. 7

3.6 Teknik Analisis Data. 7

BAB IV.. 9

PEMBAHASAAN.. 9

4.1 Sejarah Fulan Fehan. 9

4.2 Objek Yang Menjadi Daya Tarik. 13

BAB V.. 14

PENUTUPAN.. 14

5.1 Kesimpulan. 14

5.2 Saran. 14

DAFTAR PUSTAKA.. 15


BAB I

PENDAHULUAN


1.1   LATAR  BELAKANG

Nama fulan fehan berasal dari bahasa tetun yang artinya “Bulan jatuh” Pada zaman dahulu, tempat ini merupakan tempat pertahanan belanda yang dibangung sekitar tahun 1960-an untuk mencegah tentara jepang yang pada pada saat itu menduduki Timot-Timur yang sekarang suda menjadi Republik Demokratik Timot leste. Potensi yang terpadat di fulan fehan,  fulan fehan adalah salah satu dataran di desa Dirun kecematan lamaknen kabupaten belu, yang langsung berbatas dengana Timor leste. Perjalanan menuju bukit fulan fehan membutuhkan waktu sekitar satu setengah jam. Jarak dari kota Atambua sendiri kurang lebih mencapai 40-an kilometer. Potensi yang dimiliki lembah fulan fehan adalah banyak terdapat kuda yang bebas berkeliaran, pohon kaktus yang tumbuh subur dan hamparan padang sabana yang luasnya tak terjangkau oleh mata.

Keberadaan pohon kaktus yang tumbuh subur padahal tanaman ini biasanya tumbuh di gurun pasir yang kering dan panas. Sedangkan di fulan fehan sendirinya cukup dingin, sekitar 21 drajat celsius. Selain itu tak jauh dari lembah ini ada beberapa obyek bersejarah lainnya yang menjadi satu kesatuan paket yangb mengdukung pesona dan daya tarik obyek wisata ini, seperti benteng ranu hitu atau benteng 7 lapis di puncak bukit Makes. Di sudut lainya berdiri gunung lakaan yang menjulang tinggin, Bukit batu mandeu di desa maudemu, yang puncaknya terdapat beberapa peninggalan bersejarah berupa desa dan kuburan-kuburan bangsa melus. Diujung timur lembah ini ada situs yang bersejarah kikit gewen yang berupa kuburan tua yang sangat sakral. Juga ada air terjun Lesu Til di Weluli ibu kota kecemataan lakaan.

 

1.2          RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat ditarikrumusan masalah sebagai berukut :

1.     Apakah Sejarah fulan fehan memiliki pengaruh terhadap benteng 7 lapis?  

2.     Apakah ada  objek yang menjadi daya tarik terhadap  benteng 7 lapis?

3.     Apakah di benteng 7 lapis ada  peningalan-peningalan yang bersejarah dan sakral? .


1.3  TUJUAN  PENELITIAN

1.     Mendeskripsikan tentang sejarah fulan fehan.

2.     Mendeskripsikan objek wisata fulan fehan.

3.     Untuk mengetahui keindahaan bukit fulan fehan di kebupaten Belu.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.     Agar pembaca bisa dapat mengetahui tentang sejarah dan pesona alam yang ada di 

2.     Belu  Nusa Tenggara Timur. Baik dari segi tempat wisata dan juga peninggalan –

3.     peninggalan yang bersejarah dan tempat sakral yang ada di daerah tersebut.


1.5  IDENTIFIKASI MASALAH

Dalam penelitian ini penulis menidentifikasi masalah penelitian menjadi menjadi seperti berikut.

1.     Kurangnnya kepedulian masyatakar setempat terhadap benteng 7 lapis fulan fehan dan sejarahnya menjadi masalah ang perlu diteliti lebih lanjut.

2. Penurunan minat wisata, kurangnya perawatan terhadap situs bersejarah.


1.6  PEMBATASAN  MASALAH

1.     Sejarah bukit fulan fehan,

Nama fulan fehan yang berasal dari bahasa tetun yang berarti bulan jatuh, dan benteng ranu hitu yang  artinya benteng 7 lapis  yang menjadi  benteng pertahanan  pada  masa penjajahan

2.     Faktor  yang mendorong masyarakat  untuk  menjadikan  tempat  tersebut 

menjadi  tempat  wisata  yaitu  pemandangan  yang  indah  dan peninggalan  yang bersejarah .

 


BAB  II

LANDASAN TEORI


2.1 KAJIAN TEORI

Atambua, NTTOnlinenow.com – tahun ketiga pemerintahan kabupeteng Belu mengelenggarakan feltival Fulan Fehan  III tahun 2019. Kegiatan festival tersebut merupakan program pemkab  Belu kerja sama dengan kementrian pariwisata  dan ekonomi kreatif  indinesia. Festival  bertajuk  melestarikan  budaya daerah Timor  berlangsung  didanag fulan fehan  puncak gunung lakaan, desa Dirun, kecematan  Lamaknen,  Kabupaten Belu, Timor barat wilayah perbatasan RI-RDTL, senin (28/10/2019). Disaksikan  NTTOnlinenow.com,  senin (28/10/2019)  pukul  14.00  wita ribuan warga memadati hamparan dagang sabana warga kedua desa Dirun dan Maudemu memanfaatkan momen itu dengan berjualan makanan ringan dan kebutuhan lainnya. Festival fulan fehan III menghadirkan sejumlah penari asal Negara tetangga  Timor Lesta dengan menampilkan berbagai tarian daerah khas daerah Tiomor Barat dan Timor-Timur (sekarang Timor leste)

Penari sangar tatoli timor oan asal  Negara timor leste, klibur kurtura loro oan aprezenta dance historical baluk rai Timor leste husi tempu portugues ba to’o ukun an sebagai pembuka awal festival tersebut. Penampilan sangar tatoli timor oan  menggambarkan  sejarah budaya timot sejak masuknya portugis dengan beragam tarian timor portu, dansa koremetan, tebe timor rasik dan klibur kultura timor oan tarian timor leste. Penampilan beikutnya penari belu dengan penari  belu dengan tarian likurai, kit-kit antama, tebe kolaborasi dengan adat meminta hujan serta tarian khas daerah  belu lainnya. Aksi para penari yang memiliki  hubungan keluarga erat meski berbeda negara memukau  ribuan warga yang memadati padang sabana fulan fehan.

Menurut  (Lay2019), kedamaian yang tercipta di lokasi dilaksanakan kegiiatan festivall ini akan terus dihembuskan keseluruh negeri tercinta, indonesisa. Kehadiran kita semua ada disini untuk membangun negeri kita yang tercinta. ”Mari  cinta budayay,cinta rai belu, cinta NKRI. Sebagai daerah perbatasan, mari kita jaga persahabatan kedua negara,” (pinta bupati Belu itu)

 

2.2 KAJIAN HASIL PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian terdahulu adalah penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa orang dan biasanya digunakan untuk dijadikan acuan atau perbandingan dengan penelitian yang akan penulisan lakukan. Pada bagian ini peneliti akan mencantungkan beberapa penelitian yang telah penetili. Peneliti pertama oleh Meliga astariana ayu putri(2016) yang berjudul “seni tari tradisional” seni tari merupakan bagian dari pembelajaran seni yang berfungsi sebagai media ekspresi diri, komunikasi, bermain, dan menyalurkan minat serta bakat yang dimiliki setiap orang. Hasil menelitian menunjukan bahwa minat beberapa orang terhadap tari tradisional dalam kategori rendah sebesar 3,1125%, kategori sedang sebesar 56,25%, dan kategori tinggi sebesar 40,625%. Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa minat orang muda zaman sekarang ini terhadap tari tradisional sangatlah rendah.

            Penelitian kedua oleh Kasimirus mali(2022) yang berjudul “Analisis pengembangan fulan fehan  sebagai destinasi budaya luhur di kabupeten belu ” penelitian ini bertujuan untuk mengetahui  pengembangan wisata budaya di kebupaten belu dan untuk mengetahui pengembangan kepariwisataan dusun Dirun. pengembangan fulan fehan  sebagai destinasi budaya luhur di kabupeten belu, diharapkan mampu memberikan dampak positif terhadap pelestarian budaya di kabupaten Belu khususnya di Fulan fehan.

            Penelitian ketiga oleh(2019) Agustina maria laku yang berjudul “ bentuk penyajian tarian tebe ”tarian tebe merupakan salah satu tarian yang berfungsi sebagai penghubung masyarakat desa Aitoun dan dipercaya sebagai salag satu warisan leluhur yang digunakan sebagai bentuk upacara syukur kepada alam dan Tuhan atas hasil panen yang diperoleh. Tarian tebe biasanya dihubungkan dengan kegiatan pertanian saat panen raya tanaman padi.

 

2.3 KERANGKA BERFIKIR

Kerangka berfikir ini berjutuan agar peneliti dapat menggambarkan alur kegiatan pada konsep partisipasi masyarakat terhadap pengembangan pariwisata di kabupaten belu guna meningkatkan kunjungan aktivitas para wisatawan  mancanegara. Hal pertama yang perlu di perhatikan  dalam pengembangan ini adalah bagaimana sistem pengembangan witasa di fulan fehan.

 

Gambar 2.3 Diagram kerangka berpikir 

 

BAB III

METODE PENELITIAN


3.1 JENIS PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatis dan berbentuk deskriptif dalam penelitian ini peneliti berusahan memaparkan atau memberikan gambaran secara detail dan sistematif tentang persepsi masarakat yang ada di daerah belu terhadap ketersediaan sarana dan perasaran pariwisata di daerah belu khususnya felan fehan.  Nama fulan fehan berasal dari bahasa tetun yang artinya “Bulan jatuh”.

Pada zaman dahulu, tempat ini merupakan tempat pertahanan belanda yang dibangung sekitar tahun 1960-an untuk mencegah tentara jepang yang pada pada saat itu menduduki Timot-Timur yang sekarang suda menjadi Republik Demokratik Timot leste.


3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di objek wisata sejaraha fulan fehan kecematan lakanen desa Dirun.


3.3 Informasi Penelitian

Penentuan informasi atau narasumber dalam penelitian ini untuk di wawancarai secara mendalam dilakukan dengan cara, peneliti memilih orang yang dipandang  memiliki pengetahuan dan informasi mengenai permasalahan yang akan di teliti melalui penentuan sampel yaitu penarikan informasi secara purposive yang dilakuakan memilihan  subjek berdasarkan kriteria spesifik yang di tetapkan penelitian.


3.4 Teknik Pemgumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode metode

Sebagai berikut:

1.     Metode observasi

Metode observasi adalah teknik pengumpulan data diman penyelidik mengadakn pengamatan secara langsung (tanap alat) terhadap grjala-gejala yang dihadapi (diselidiki), baik pengamatan itu dilaksanakan dalam situasi yang sebenarnya  maupun situasi buatan yang diadakan. Metode ini merupakan pencatatan dan pengamatan secara sistematik terhadap fenomena-fenomena yang ada ditempat penelitian .

2.     Metode dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu metode yang digunakan penulis untuk memperoleh data dengan cara menggali kumpulan data verbal, baik yang berbentuk tulisan atau tidak. Metode ini digunakan untuk memperoleh data –data yang ada di desa tampat penelitian seperti jumlah anggota, profesi masing-masing anggotan , arsip tertulis maupun gambar kegiatan kelompok nelayan, serta hal lain yang dibutukan untuk menunjang dan mempermudah peneliti memdapatkan data.


3.5 Teknik Keabsahan  Data

Dalam penelitian, semua hal harus dicek keabsahannya agar hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan dapat dibuktikan keabsahannya. Dalam hal ini penulis menggunakan trigulasi dengan sumber, yaitu; membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.

Trigulasi dengan sumber dapat dicapai melalui beberapa jalan, yaitu;

 1. membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2. membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

 3. membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

 

3.6 Teknik Analisis Data

Analis data dalam penelitian merupakan kegiatan yang sangat penting yang didalamnya dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian terhadap data yang telah dihasilkan. Melalui analis data, data yang terkumpul dalam bentuk data mentah dapat diproses secara baik untuk menghasilkan data yang matang. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data secara diskriptif yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif, dimana data-data yang telah dihasilkan dari penelitian dan kajian, baik secara teoritis dan empiris yang digambarkan melalui kata-kata atau kalimat secara benar dan jelas.

Adapun langkah-langkah analisis data tersebut yaitu:

1. Reduksi data Yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerderhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang  muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan di verifikasi.

2. Pengambilan kesimpulan

Data yang sudah diperolah tersebut dicari maknanya dengan cara mencari pula, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul, dan sebagainya. Data yang didapat peneliti mencoba mengambil kesimpulan.


 BAB IV

PEMBAHASAAN

 

4.1 SEJARAH FULAN FEHAN

Daerah kabupaten Belu pada umumnya terdiri atas daratan bukit dan pegunungan serta hutan. Daerah Belu tergolong daerah yang curah hujannya sedikit yang secara tidak langsung iklim tersebut mempengaruhi pola hidup dan watak keseharian masyarakat Belu. Desa Dirun berlokasi di dataran tinggi, meliliki luas 14.400 ha, dengan batas-batas; sebelah Utara Desa Tohe, sebelah Timur Lewuwalu, sebelah Selatan Sisi Fatuberal, sebelah Barat Maudemu. Desa Dirun memiliki jumlah penduduk 3.500 orang. Benteng makes berada di bukit Makes, Desa Dirun, Kecamatan Lakmanen, kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, pada titik koordinat 51 L 729239, 8992108 UTM (pintu masuk) dengan ketinggian 1200 Mdpl.  Lingkungan sekitar benteng makes, berupa lapangan safana, tumbuhan berupa kaktus, rumput, dan pohon” yang mudah hidup di lahan kars. benteng ini berjarak ± 2 km dari Dusun Nuawa’in Desa Dirun. Sedangkan jarak dari Kota Atambua menuju Desa Dirun ± 40 km, dengan waktu perjalanan ± 1,5 jam. Saat ini daerah sekitar yang sebut dengan Fulan Fehan, dataran safana sudah menjadi objek wisata alam, dan sudah sering dikunjungi oleh wisatawan Indonesia dan asing. Hanya saja tidak terlalu ramai, biasanya ramai pada saat musim liburan. Bukit Makes, padang safana Fulan Fehan masuk kedalam zona Hutan Milik Negara.

Tempat tinggal orang-orang Belu dahulunya banyak berada di daerah perbukitan yang dikelilingi oleh semak berduri dan batu karang yang tidak mudah didatangi orang dan hidup secara berkelompok, dengan maksud untuk menjaga keamanan dari gangguan orang luar maupun binatang buas. Rumah asli penduduk Belu bernama Lopo, yaitu rumah yang berbentuk seperti kapal terbalik dan ada yang seperti gunung. Atapnya menjulur ke bawah hampir menyentuh tanah. Dinding rumah terbuat dari Pelepah Gewang, biasa disebut Bebak, tiang-tiangnya terbuat dari kayu-kayu balok, sedang atapnya dari daun gewang. Di bagian dalam rumah dibagi menjadi dua ruangan yaitu bagian luar diberi nama Sulak untuk ruang tamu, tempat tidur tamu, dan tempat anak-anak laki-laki dewasa .Pada bagian dalam disebut Nanan, yaitu tempat untuk tidur keluarga dan tempat makan. Sebelum pengaruh agama masuk ke daerah ini masyarakat di sini sudah mempunyai kepercayaan kepada Sang Pencipta, Sang Pengatur, yang biasa mereka sebut dengan Uis Neno (Dewa Langit) dan Uis Afu (Dewa Bumi). Banyak ragam upacara dan sesaji yang ditujukan kepada dewa-dewa tersebut untuk meminta berkah kesuburan tanah, hasil panen dan lain-lain. Salah satu contoh adalah upacara Hamis Batar no Hatama Mamaik suatu upacara sebagai tanda rasa syukur dimulainya musim petik jagung.

Tidak banyak bahkan tidak ada data-data tertulis mengenai Situs Benteng Ranu HItu/Makes, data sejarah mengenai benteng ini lebih banyak didapatkan melalui cerita dari tetua adat (makoan) seorang penutur. Dapat dikatakan cerita mengenai Situs Benteng Ranu Hitu/Makes ini berkembang dan berlanjut dengan budaya lisan dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya. Sesuai dengan berbagai cerita sejarah daerah di Belu, manusia Belu pertama yang mendiami wilayah Belu adalah “Suku Melus”. Orang Melus dikenal dengan sebutan “Emafatuk Oan Ema Ai Oan“, (manusia penghuni batu dan kayu). Tipe manusia Melus adalah berpostur kuat, kekar dan bertubuh pendek. Semua para pendatang yang menghuni Belu sebenarnya berasal dari “Sina Mutin Malaka”. Malaka merupakan tanah asal-usul pendatang di Belu yang berlayar menuju Timor melalui Larantuka. Khusus untuk para pendatang baru yang mendiami daerah Belu terdapat berbagai versi cerita. Kendati demikian, intinya bahwa, ada kesamaan universal yang dapat ditarik dari semua informasi dan data.

Menurut cerita bahwa ada tiga orang bersaudara dari tanah Malaka yang datang dan tinggal di Belu, bercampur dengan suku asli Melus. Nama ketiga bersaudara itu menurut para tetua adat masing-masing daerah berlainan. Dari Makoan Fatuaruin menyebutnya Nekin Mataus (Likusaen), Suku Mataus (Sonbai), dan Bara Mataus (Fatuaruin). Sedangkan Makoan asal Dirma menyebutnya Loro Sankoe (Debuluk Welakar), Loro Banleo (Dirma Sanleo) dan Loro Sonbai (Dawan). Namun menurut beberapa makoan asal Besikama yang berasal dari Malaka ialah Wehali Nain, Wewiku Nain dan Haitimuk Nain. Ketiga orang bersaudara dari Malaka tersebut bergelar raja atau loro dan memiliki wilayah kekuasaan yang jelas dengan persekutuan yang akrab dengan   masyarakatnya.   Kedatangan mereka dari tanah Malaka hanya untuk menjalin hubungan   dagang antar daerah di bidang kayu cendana dan hubungan etnis keagamaan. Dari semua pendatang di Belu, pimpinan dipegang oleh “Maromak Oan“  Liurai  Nain  di  Belu  bagian Selatan. Bahkan menurut para peneliti asing  Maromak  Oan  kekuasaannya juga  merambah  sampai  sebahagian daerah Dawan (Insana dan Biboki). Dalam   melaksanakan   tugasnya   di Belu,  Maromak Oan memiliki perpanjangan tangan yaitu  Wewiku-Wehali  dan  Haitimuk  Nain. Selain juga ada di Fatuaruin, Sonbai dan Suai Kamanasa serta Loro Lakekun, Dirma, Fialaran, Maubara, Biboki dan Insana. Maromak Oan sendiri menetap di Laran sebagai pusat kekuasaan kerajaan Wewiku-Wehali. Para pendatang di Belu tersebut, tidak membagi daerah Belu menjadi Selatan dan Utara sebagaimana  yang  terjadi  sekarang. Menurut para sejararawan, pembagian Belu menjadi Belu bagian Selatan dan Utara hanyalah merupakan strategi pemerintah jajahan   Belanda   untuk mempermudah  system  pengontrolan terhadap masyarakatnya. Dalam keadaan  pemerintahan  adat  tersebut muncullah siaran dari pemerintah raja-raja dengan apa yang disebutnya “Zaman  Keemasan Kerajaan”. Apa yang kita catat dan dikenal  dalam sejarah daerah  Belu  adalah  adanya kerajaan Wewiku-Wehali (pusat kekuasaan seluruh Belu).

Di Dawan ada kerajaan Sonbay yang  berkuasa di daerah Mutis. Daerah Dawan termasuk Miamafo dan Dubay sekitar 40.000 jiwa masyarakatnya. Menurut penuturan para tetua adat dari Wewiku-Wehali, untuk mempermudah  pengaturan system pemerintahan, Sang Maromak Oan mengirim para pembantunya ke seluruh wilayah  Belu  sebagai  Loro dan Liurai. Tercatat nama-nama pemimpin besar   yang   dikirim   dari   WewikuWehali seperti Loro Dirma, Loro Lakekun, Biboki Nain, Herneno dan Insana  Nain  serta  Nenometan  Anas dan Fialaran. Ada juga kerajaan Fialaran di Belu bagian Utara yang dipimpin Dasi Mau Bauk dengan kaki tangannya seperti Loro Bauho, Lakekun, Naitimu, Asumanu, Lasiolat dan Lidak. Selain itu ada juga nama seperti Dafala, Manleten, Umaklaran Sorbau. Dalam perkembangan pemerintahannya muncul lagi tiga bersaudara yang ikut memerintah di Utara yaitu Tohe Nain, Maumutin dan Aitoon. Dari perkawinan antara Loro Bauho dan Klusin yang dikenal dengan nama As  Tanara  membawahi  Dasi  Sanulu yang dikenal sampai sekarang ini yaitu Lasiolat,Asumanu,  Lasaka,  Dafala, Manukleten, Sorbau, Lidak, Tohe Maumutin dan Aitoon. Dalam berbagai penuturan di Utara maupun di Selatan terkenal dengan “empat jalinan terkait”. Di Belu Utara bagian Barat dikenal Umahat, Rinbesi Hat yaitu Dafala, Manuleten, Umaklaran Sorbauan dibagian Timur ada Asumanu Tohe, Besikama-Lasaen, Umalor-Lawain. Dengan demikian rupanya keempat bersaudara yang satunya menjelma sebagai tak kelihatan itu yang menandai asal-usul pendatang di Belu membaur dengan penduduk asli Melus yang sudah lama punah.

Benteng ini bernama Benteng Ranu Hitu atau yang biasa dikenal orang-orang lokal sebagai Benteng Lapis 7, karena berada di atas bukit Makes maka benteng ini juga sering disebut dengan Benteng Makes. Benteng ini adalah benteng utama Kerajaan Dirun pada waktu itu, benteng perang tradisional di pedalaman yang pada saat itu di Timor masih sering terjadi perang antar suku. Menurut cerita masyarakat setempat Benteng Ranu Hitu/Makes sudah ada sebelum penguasaan Portugis dan beberapa kali berpindah tangan sampai akhirnya dijaga oleh 3 pahlawan lokal dai 3 suku lokal yaitu suku Loos, suku Sri Gatal, dan suku Monesogo. Benteng ini dulu merupakan tempat para pahlawan, atau yang biasa di sebut Meo. Di benteng ini biasanya mereka mengatur strategi atau bahkan melakukan tes kekebalan tubuh dengan cara memotong-motong tubuh mereka sendiri untuk membuktikan apakah tubuh mereka bisa kembali menjadi utuh sebelum maju ke medan perang. Di benteng ini terdiri dari 7 lapis pertahanan yang dimulai dari awal pintu masuk hingga akhirnya ke lapisan terakhir dimana terdapat sebuah area bulat dari batu membentuk sebuah tempat pertemuan, tempat dimana raja-raja waktu dulu berkumpul. Susunan bangku ruang pertemuan dari batu tersebut masih terlihat asli dan alami, terdiri dari batu-batu alam pipih yang disusun sedemikian rupa dan melingkar (tata batu melingkar).

 Di tengah tempat pertemuan terdapat dua buah batu besar dan kecil yang konon dulu dipergunakan untuk menaruh kepala musuh mereka. Salah satu bangku batu terlihat spesial dari yang lainnya karena memiliki singasana batu yang lebih tinggi. Ternyata itu merupakan tempat raja Suku Uma Metan. Sebuah batu bulat pipih juga tergeletak sebagai alas duduk yang tidak boleh diduduki oleh siapapun juga, bahkan sampai sekarang. Masyarakat Timor percaya jika mereka menduduki bangku tersebut, maka nasib buruk bisa menimpa mereka. Tepat di belakang bangku tersebut terdapat sebuah batu persegi panjang yang ternyata adalah makam dari sang raja pertama Kerajaan Dirun, Raja Dasi Manu Loeq. Menurut tutur yang disampaikan oleh Makoan, Batu yang digunakan untuk membangun benteng didatangkan dari Desa Ikin dan Desa Lewalo.

Ada sebuah tradisi yang masih berlanjut dari Suku Uma Metan, menaruh sirih pinang di dekat makam raja. Hal ini merupakan adat istiadat masyarakat setempat. Sirih pinang memang identik sekali dengan suku-suku di Timor, bisa sebagai lambang persahabatan, lambang perdamaian juga lambang keakraban. Seakan dengan mengunyah sirih pinang menjadikan kita sebagai bagian dari keluarga masyarakat Timor. Selain itu sirih pinang juga merupakan simbol rasa hormat. Dengan menaruh sirih pinang di dekat makam raja. Suku Uma Metan percaya bahwa arwah leluhur masih banyak bersemayam di tempat itu. Benteng Ranu Hitu sendiri kabarnya dibuat selama tujuh hari tujuh malam, dimana pada siang hari dikerjakan dengan tenaga manusia dan pada malam hari dikerjakan oleh para arwah leluhur. Tidak heran suasana mistis terasa kental sekali saat berada di tempat ini. Di bagian halaman belakang benteng, dimana terdapat Hol Makes, yaitu tempat memanggil pasukan atau rakyat, serta tempat khusus untuk meneriakkan perang pada waktu itu. Letaknya memang di pinggir tebing dengan lembah-lembah di sekitarnya sehingga sangat yakin jika kita berteriak, akan terdengar keras sekali karena efek pantulan dari lembah-lembah tersebut. Terbayangkan bagaimana situasi pada masa itu, mungkin saja lebih hebat dari film box office yang biasa kita lihat di bioskop. Sampai saat ini belum ada penelitian yang lebih lanjut dan mendalam terhadap Benteng Ranu Hitu/Makes, sehingga data sejarah hanya berupa data lisan, tutur dari orang yang lebih tua/yang dituakan oleh masyarakat Desa Dirun (seorang Makoan) pemangku adat.

4.2 Objek Yang Menjadi Daya Tarik

KBRN. Atambua: Fulan Fehan salah satu objek wisata yang menjadi daya tarik kunjungan wisatawan. Terletak di Desa Dirun Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu berjarak 26 Km dari Kota Atambua. Fulan Fehan yang merupakan sebuah lembah di kaki gunung Lakaan dengan sabana yang sangat luas hingga kini telah banyak di kunjungi para wisatawan. Koordinator pengelola Kawasan Wisata Fulan Fehan Alfonsius Bere kepada rri.co.id. Rabu, (4/1/2023) mengatakan, kunjungan para wisatawan baik lokal maupun mancanegara cukup banyak, namun tahun ini mengalami penurunan disebabkan cuaca yang kurang bersahabat. Kalau sejak Januari sampai dengan akhir november 2022 pengunjung yang datang ke Fulan Fehan sangat signifikan," ucap Alfonsius. Peningkatan kunjungan wisatawan ini, jelas Alfonsius tidak lepas dari dukungan Pemerintah Daerah yang telah mensuport lewat penyediaan infrastruktur khusus jalan. Melalui peningkatan akses jalan ini memudahkan wisatawan untuk datang ke lokasi wisata Fulan Fehan.

"Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih banyak kepada Pemerintah Daerah dan Kadis Pariwisata Kabupaten Belu," ujar Alfonsius.Sehubungan pengembangan lokasi wisata alam Fulan Fehan, diakui Alfons masih  membutuhkan banyak pembenahan, dalam hal ini campur tangan semua pihak khususnya Pemerintah Daerah."Dibutuhkan saat ini berupa aula serba guna dan kamar tidur untuk penginapan bagi wisatawan," kata Alfonsius.

Melalui dukungan ini, kiranya apa yang menjadi harapan masyarakat lewat pengelolaan kawasan Fulan Fehan, nantinya memberikan dampak positif terhadap ekonomi masyarakat sekitarnya.


BAB V

PENUTUPAN

 

5.1 KESIMPULAN

Kebudayaan merupakan salah satu warisan budaya dari pada nenek moyang yang sampai sekarang masih dilestarikan oleh  masyarakat. Begitu juga halnya dengan masyarkat Belu yang sangat bannyak memiliki halis kebudayaan dari masyarakat Belu sendiri. Festival fulan kreatifitas untuk sebuah sebuah pengenalan sekelompok masyarakat. Kita ketahui budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

     Budaya terbentuk dari banyak unsur termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karaya seni. Bahasa sebagaimana juga budaya, merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari manusia. Tari yang dilihat dari fungsinya terdiri dari tari upacara, tari hiburan, tari pertujukan. Pada masyarakat Belu karna festival felan fehan dengan seribu penari merupakan hasil dari sabuah tali persahabatan antara masyarakat di desa Dirun dan daerah perbatasan Timor leste. Maka di buatlah makala ini yang berjudul tentang sejarah fulan fehan dan benteng 7 lapis ini agar semua pembaca bisa mengetahui bahwa kebudayaan sudah menjadi ciri khas budaya itu sendiri dan menjadi kebangaan tersendiri.

 

5.2 SARAN

1.   1.  untuk pemerintah supaya tetap memperhatikan dengan ketat para wisatawan yang melakukan wisata.

2.   2.   untuk masyarakat supaya selalu memperhatikan dan berpartisipasi dengan baik kepada para wisatawan terkhusus para peneliti supaya peneliti memperoleh data dengan akurat dan vadil.

3.   3.  untuk peneliti selanjutnya supaya memperhatikan dengan baik informasi penelitian supaya data yang diperoleh benar-benar sesuai dengan data dari tempat penelitian.


DAFTAR PUSTAKA


Kasimirus H.M. Mali,(2020).Analisis Pengembangan Fulan Fehan Sebagai Destina Budaya Luhur Di Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur. AMPTA Yogyakarta.(3 november 2023)

Agustina F, Fakklau.(2019).Bentuk Penyajian Tarian Tebe Ipi Lete Dalam Kehidupan.Universitas  Khatolik widya Mandira.Fakultas keuangan dan ilmu pendidikan.(4 november 2023)

Neni Juniati.(2021).Pembelajaran Seni Budaya (Tari Persembahan).SMAN 3 Siak Hulu.(6 november 2023)


  Penulis :

Nama : ISABEL P.M. AMARAL

NIT : 202312010

Program studi : Manajemen Logistik Angkatan 2023 

Akademi Pelayaran Nasional Surakarta

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TARIAN INDAH KABUPATEN SIKKA, MAUMERE, NTT

KEUNIKAN DAN KEARIFAN DANAU SENTANI DI JAYAPURA

KEUNIKAN TENUN RAGI WO’I KHAS NAGEKEO DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR

KEUNIKAN PULAU KOMODO DI LABUAN BAJO NUSA TENGGARA TIMUR